Selasa, 27 Mei 2008

Peran perawat dalam perilaku mencederai diri

Perawat dalam menghadapi klien yang mempunyai niat untuk bunuh diri atau sudah melakukan bunuh diri harus melakukan suatu asuhan keperawatan yang khusus. Karena tindakan yang dilakukan klien adalah tindakan yang dapat mengancam hidup klien. Asuhan kePerawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa, interensi dan rasional serta intervensi.

Pengkajian

1.Lingkungan dan upaya bunuh diri:
perawat perlu mengkaji peristiwa yang menghina atau menyakitkan, upaya persiapan, ungkapan verbal, catatan, lukisan, memberikan benda yang berharga, obat, penggunaan kekerasan, racun.
2.gejala:
perawat mencatat adanya keputusasan, celaan terhadap diri sendiri, perasan gagal, dan tidak berharga, alam perasaan depresi, agitasi gelisah, insomnia menetap, berat badan menurun, bicara lamban, keletihan, withdrawl.
3.Penyakit psikiatrik:
upaya bunuh diri sebelumnya, kelainan afektif, zat aditif, depresi
remaja, gangguan mental lansia.
4.Riwayat psikososial:
bercerai, putus hubungan, kehilangan pekerjaan, stress multiple (pindah, kehilangan, putus hubungan, masalah sekolah, krisis disiplin), penyakit kronik.
5.Penyakit kepribadian:
impulsive, agresif, bermusuhan, kognisi negative dan kaku, putus asa, harga diri rendah, anti sosial.
6.Riwayat keluarga:
riwayat bunuh diri, gangguan afektif, alkoholisme.

Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi mutilasi diri/kekerasan pada diri sendiri sehubungan dengan takut terhadap penolakan, alam perasaan yang tertekan, reaksi kemarahan, ketidakmampuan mengungkapkan, perasaan secara verbal, ancaman harga diri karena malu, kehilangan pekerjaan dan sebagainya.

ü Sasaran jangka pendek: klien akan mencari bantuan staf bila ada perasaan ingin mencederai diri.
ü Saran jangka panjang: klien tidak akan mencederai diri.



Intervensi dan Rasional


ü Observasi perilaku klien lebih sering melalui aktivitas dan interaksi rutin, hindari kesan pengamatan dan kecurigaan pada klien (observasi ketat dibutuhkan supaya intervenasi dapat terjadi jika dibutuhkan untuk memastikan keamanan klien)

üTetapkan kontak verbal dengan klien bahwa dia akan meminta bantuan jika keinginan untuk bunuh diri dirasakan (mendiskusikan perasan inginj bunuh diri, dengan orang yang dipercaya memberikan derajat keringan untuk klien, sikap penerimaan klien sebagai individu dapat dirasakan)

ü Jika mutilasi diri terjadi, rawat luka klien dengan tidak mengusijk penyebabnya jangan berikan reinforcement positif untuk perilaku tersebut (kurang perhatian untuk perilaku maladaftif dapat menurunkan pengulangan mutilasi)

ü Dorong klien untuk bicara tentang perasaan yang dimilikinya sebelum perilaku ini terjadi (agar memecahkan masalah dan memahami faktor pencetus).
üBertindak sebagai model dalam mengekspresikan kemarahan yang tepat (perilaku bunuh diri dipandang sebagai marah yang diarahkan pada diri sendiri).

ü Singkirkan semua benda yang berbahaya dari lingkungan klien (kemanan klien merupakan prioritas keperawatan).

ü Arahkan kembali perilaku mutilasi dengan penyeluran fisik/latihan fisik merupakan cara yang aman untuk menyalurkan ketegangan yang terpendam).

ü Komitmen semua staf untuk memberikan spirit kepada klien (bukti kontrol terhadap situasi dan memberikan keamanan fisik serta semangat hidup).

ü Berikan obat-obatan sesuai hasil kolaborasi, pantau keefektifan dan efek samping (obat penenang seperti ansiolotik/antipsikotik dapat memberikan efek menenangkan pada klien dan mencegah perilaku agresif).

ü Gunakan restrain mekanis bila keadaan memaksa sesuai prosedur tetap (bila klien meolak obat-obatan dan situasi darurat/restrain diperlukan pada jam-jam tertentu).

ü Observasi klien dalam restrain tiap 15 menit/sesuai prosedur tetap dengan mempertimbangkan keamanan, sirkulasi darah, kebutuhan dasar (keamanan klien merupakan prioritas keperawatan).

Intervensi klien bunuh diri

1. Listening, kontak, kolaborasi dengan keluarga
Klien bisa ditolong dengan terapi dan bisa hidup lebih baik, jika ia mau berbicara dan mendengar dalam upaya memecahkan persoalan, serta tidak ada alasan melalui kesulitan sendiri \an tanpa bantuan orang lain. Selain itu, bila mendapati ada orang hendak bunuh diri, sebaiknya dengarkan apa yang dia keluhkan. Berikan dukungan agar dia tabah dan tetap berpandangan bahwa hidup ini bermanfaat, buat lingkungan tempat tinggal dia aman dengan cara menjauhkan alat-alat yang bisa digunakan untuk bunuh diri.

2. Pahami persoalan dari “kacamata mereka”.
Menghadapi orang yang berniat bunuh diri atau gagal melakukan bunuh diri, perlu sikap menerima, sabar, dan empati. Perawat berupaya agar tidak bersikap memvonis, memojokkan, aplagi menghakimi mereka yang punya niat bunuh diri atau gagal melakukan bunuh diri.

3. Pentingnya partisipasi masyarakat.
Gangguan kejiwaan sebenarnya bisa sembuh hanya perlu terus dievaluasi di masyarakat bisa sewaktu-waktu kambih. Masih banyak stigma atau penilaian negatif di masyarakat kepada klien gangguan kejiwaan.

4. Express Feeling
Perlu ada dukungan dari lingkungan. Istilah ngetopnya sharing atau Curhat , sehingga membantu meringankan beban yang menerpa. Salah satu solusi yang ditawarkan, selain mengontrol emosi, lebih mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Express feeling sangat penting agar masalah yang menekan semakin ringan.

5. Lakukan implementasi khusus
- Semua ancaman bunuh diri secara verbal dan non-verbal harus ditanggapi serius oleh perawat. Laporkan sesegara mungkin dan lakukan tindakan pengamanan.
- Jauhkan semua benda yang berbahaya dari lingkungan klien.
- Jika klien berisiko tinggi untuk bunuh diri, observasi secara ketat meskipun di tempat tidur/kamar mandi.
- Observasi dengan cermat saat klien makan obat, periksa mulut, pastikan bahwa obat teh ditelan, berikan obat dalam bentuk cair bila memungkinkan.
- Jelaskan semua tindakan pengamanan kepada klien, komunikasikan perhatian dan kepedulian perawat.
- Waspadai bila klien terlihat tenang sebab mungkin saja ia telah selesai merencanakan bunuh diri.


Sumber : Yoseph, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa.Bandung. Refika Aditama.
edit by imot n mey-chan

0 komentar: