Selasa, 27 Mei 2008




foto-foto ini adalah foto rekayasa untuk menggambarkan cara-cara yang paling sering dilakukan oleh orang yang melakukan bunuh diri, yaitu gantung diri dan memotong arteri radialis.(jangan ditiru!)







foto-foto ini adalah foto yang kami rekayasa untuk menggambarkan korban-korban kekerasan yang dapat terjadi pada anak-anak harapan bangsa, seperti dampaknya anak akan menjadi terjerumus pada narkoba,depresi,stres,bahkan hingga percobaan bunuh diri

Bgaimana senyum anak-anak ini dapat terlihat kembali, jika anak-anaknya mengalami kekerasan mulai dari fisik, psikologis,lingkungan dan sosialnya?

puisi untuk anak-anak korban kekerasan

“Aku begini karena siapa?”


Anak belajar dari kehidupannya

Jika anak dibesarkan dengan celaan,
ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,
ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan,
ia belajar untuk rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan,
ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi,
ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan,
iabelajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian,
ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan perlakuan baik,
ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman,
ia belajar mempercayai
Jika anak dibesarkan dengan dukungan,
ia belajar menyukai diri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,
ia belajar menemukan Cinta dalam kehidupannya


Sumber Dorothy Law dalam Jalaludin Rakhmat (1999) dikutip dari Huraerah (2006)


Daftar pustaka:

Huraerah, Abu. 2006. Kekerasan terhadap Anak. Bandung. Penerbit Nuansa.

edit by manyun

BENTUK-BENTUK KEKERASAN PADA ANAK

Berikut adalah potret kekerasan yang terjadi pada anak-anak di Indonesia :

Tabel.1 Bentuk Kekerasan Terhadap Anak, sumber Hotline Services Komisi Nasional Perlindungan Anak, Maret sampai dengan 15 Desember 2005.



Sumber :Komnas Ham Anak

Sesuai dengan paparan diagram diatas, dapat dicermati bahwa disepanjang tahun 2005 yang paling tinggi kuantitas bentuk kekerasan terhadap anak adalah kekerasan seksual dengan mencapai angka 327 kasus atau 44.43% dari total jumlah 736 kasus kekerasan terhadap anak sepanjang tahun 2005, yang menduduki peringkat kedua adalah kekerasan fisik dengan jumlah kasus 233 atau 31.66%, sedangkan 23.91% atau 176 adalah kasus kekerasan psikis yang dialami oleh anak-anak sepanjang tahun 2005.

Komnas Anak juga menyampaikan bahwa sepanjang tahun ini anak-anak Indonesia yang mengalami eksploitasi seksual oleh orang dewasa mencapai 745.817 anak. Sementara itu 2 juta anak Indonesia juga terpaksa harus bekerja, baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri atau harus membantu perekonomian keluarga. Di sektor pendidikan, anak Indonesia yang bisa menyelesaikan sekolah dasar namun tidak bisa melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama mencapai 4.370.492 anak. Sedangkan anak Indonesia yang sekolah sampai SMP namun tidak bisa melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas jauh lebih tinggi, yakni mencapai 18.296.332 anak. Menurut Mulyadi, kondisi ini menyebabkan masih tingginya angka anak jalanan dan anak-anak Indonesia yang masih menjalani kehidupan jalanan mencapai 155.965 anak.

Tabel. 2 Dampak Kekerasan Fisik Pada Anak, Sumber Hotline Services Komisi Nasional Perlindungan Anak, Maret sampai dengan 15 Desember 2005.




Sumber : Komnas Ham Anak

Sesuai dengan catatan pada diagram diatas, dampak kekerasan fisik terhadap anak yang tercatat pada Hotline pengaduan dan Pusat Data dan Informasi Komisi Nasional Perlindungan Anak sangat beragam, mulai dari luka ringan, luka berat sampai pada meninggal dunia, Dari jumlah keseluruhan 233 kasus, 52 kasus atau 22.32% dampak dari kekerasan terhadap anak adalah meninggal dunia, 123 atau 52.79% korban mengalami luka ringan, dan 24.89% atau 58 korban mengalami luka berat. Meski dampak kekerasan
terhadap anak yang berujung pada meninggal dunia bagi si korban memiliki persentase yang lebih kecil dari yang lain, hal ini merupakan penghilangan secara paksa asset generasi bangsa dan juga penghilangan secara paksa terhadap hak hidup seorang anak.




Tabel. 3 Pelaku Kekerasan terhadap Anak, sumber Hotline Services Komisi Nasional Perlindungan Anak, Maret sampai dengan 15 Desember 2005.



Sumber : Komnas Ham Anak

Berdasar grafik diatas terlihat bahwa pelaku kekerasan terhadap anak yang memiliki porsi terbesar adalah orang yang dikenal atau komunitas yang lebih dikenal oleh si anak. Dari 331 pelaku kekerasan terhadap anak yang terpantau oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak, sebesar 226 pelaku atau 68.28% pelaku tindak kekerasan adalah orang yang dikenal oleh anak, mulai dari keluarga inti, kerabat, tetangga, atau yang lain yang sudah kenal dengan si korban. Sedangkan 31.72% atau sebanyak 105 pelaku tindak kekerasan adalah orang belum/tidak dikenal oleh korban. Dari catatan tersebut, ternyata orang/komunitas yang selama ini dekat dan dikenal oleh anak rentan menjadi pelaku tindak kekerasan terhadap anak dan ini membuktikan tidak selamanya orang/komunitas yang dekat dan dikenal oleh anak adalah pelindung bagi anak-anak.

Di Indonesia Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sudah disahkan, tetapi pelaksanaan di lapangan belum berjalan seperti yang diharapkan. Berdasarkan laporan Departemen Sosial, di Indonesia data kasus anak yang mengalami tindak kekerasan pada tahun 2006 adalah 182.400 kasus. Sedangkan data Pusdatin Komnas Perlindungan Anak memberikan gambaran adanya kecenderungan peningkatan baik jumlah maupun jenis kasus Kekerasan Terhadap Anak (KTA) dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2004-2006). Gambaran tersebut merefleksikan kasus KTA sebagai fenomena gunung es artinya yang terlihat dipermukaan adalah sebagian kecil saja dari kasus sebenarnya yang terjadi di masyarakat.

edit by maya

Peran perawat dalam perilaku mencederai diri

Perawat dalam menghadapi klien yang mempunyai niat untuk bunuh diri atau sudah melakukan bunuh diri harus melakukan suatu asuhan keperawatan yang khusus. Karena tindakan yang dilakukan klien adalah tindakan yang dapat mengancam hidup klien. Asuhan kePerawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa, interensi dan rasional serta intervensi.

Pengkajian

1.Lingkungan dan upaya bunuh diri:
perawat perlu mengkaji peristiwa yang menghina atau menyakitkan, upaya persiapan, ungkapan verbal, catatan, lukisan, memberikan benda yang berharga, obat, penggunaan kekerasan, racun.
2.gejala:
perawat mencatat adanya keputusasan, celaan terhadap diri sendiri, perasan gagal, dan tidak berharga, alam perasaan depresi, agitasi gelisah, insomnia menetap, berat badan menurun, bicara lamban, keletihan, withdrawl.
3.Penyakit psikiatrik:
upaya bunuh diri sebelumnya, kelainan afektif, zat aditif, depresi
remaja, gangguan mental lansia.
4.Riwayat psikososial:
bercerai, putus hubungan, kehilangan pekerjaan, stress multiple (pindah, kehilangan, putus hubungan, masalah sekolah, krisis disiplin), penyakit kronik.
5.Penyakit kepribadian:
impulsive, agresif, bermusuhan, kognisi negative dan kaku, putus asa, harga diri rendah, anti sosial.
6.Riwayat keluarga:
riwayat bunuh diri, gangguan afektif, alkoholisme.

Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi mutilasi diri/kekerasan pada diri sendiri sehubungan dengan takut terhadap penolakan, alam perasaan yang tertekan, reaksi kemarahan, ketidakmampuan mengungkapkan, perasaan secara verbal, ancaman harga diri karena malu, kehilangan pekerjaan dan sebagainya.

ü Sasaran jangka pendek: klien akan mencari bantuan staf bila ada perasaan ingin mencederai diri.
ü Saran jangka panjang: klien tidak akan mencederai diri.



Intervensi dan Rasional


ü Observasi perilaku klien lebih sering melalui aktivitas dan interaksi rutin, hindari kesan pengamatan dan kecurigaan pada klien (observasi ketat dibutuhkan supaya intervenasi dapat terjadi jika dibutuhkan untuk memastikan keamanan klien)

üTetapkan kontak verbal dengan klien bahwa dia akan meminta bantuan jika keinginan untuk bunuh diri dirasakan (mendiskusikan perasan inginj bunuh diri, dengan orang yang dipercaya memberikan derajat keringan untuk klien, sikap penerimaan klien sebagai individu dapat dirasakan)

ü Jika mutilasi diri terjadi, rawat luka klien dengan tidak mengusijk penyebabnya jangan berikan reinforcement positif untuk perilaku tersebut (kurang perhatian untuk perilaku maladaftif dapat menurunkan pengulangan mutilasi)

ü Dorong klien untuk bicara tentang perasaan yang dimilikinya sebelum perilaku ini terjadi (agar memecahkan masalah dan memahami faktor pencetus).
üBertindak sebagai model dalam mengekspresikan kemarahan yang tepat (perilaku bunuh diri dipandang sebagai marah yang diarahkan pada diri sendiri).

ü Singkirkan semua benda yang berbahaya dari lingkungan klien (kemanan klien merupakan prioritas keperawatan).

ü Arahkan kembali perilaku mutilasi dengan penyeluran fisik/latihan fisik merupakan cara yang aman untuk menyalurkan ketegangan yang terpendam).

ü Komitmen semua staf untuk memberikan spirit kepada klien (bukti kontrol terhadap situasi dan memberikan keamanan fisik serta semangat hidup).

ü Berikan obat-obatan sesuai hasil kolaborasi, pantau keefektifan dan efek samping (obat penenang seperti ansiolotik/antipsikotik dapat memberikan efek menenangkan pada klien dan mencegah perilaku agresif).

ü Gunakan restrain mekanis bila keadaan memaksa sesuai prosedur tetap (bila klien meolak obat-obatan dan situasi darurat/restrain diperlukan pada jam-jam tertentu).

ü Observasi klien dalam restrain tiap 15 menit/sesuai prosedur tetap dengan mempertimbangkan keamanan, sirkulasi darah, kebutuhan dasar (keamanan klien merupakan prioritas keperawatan).

Intervensi klien bunuh diri

1. Listening, kontak, kolaborasi dengan keluarga
Klien bisa ditolong dengan terapi dan bisa hidup lebih baik, jika ia mau berbicara dan mendengar dalam upaya memecahkan persoalan, serta tidak ada alasan melalui kesulitan sendiri \an tanpa bantuan orang lain. Selain itu, bila mendapati ada orang hendak bunuh diri, sebaiknya dengarkan apa yang dia keluhkan. Berikan dukungan agar dia tabah dan tetap berpandangan bahwa hidup ini bermanfaat, buat lingkungan tempat tinggal dia aman dengan cara menjauhkan alat-alat yang bisa digunakan untuk bunuh diri.

2. Pahami persoalan dari “kacamata mereka”.
Menghadapi orang yang berniat bunuh diri atau gagal melakukan bunuh diri, perlu sikap menerima, sabar, dan empati. Perawat berupaya agar tidak bersikap memvonis, memojokkan, aplagi menghakimi mereka yang punya niat bunuh diri atau gagal melakukan bunuh diri.

3. Pentingnya partisipasi masyarakat.
Gangguan kejiwaan sebenarnya bisa sembuh hanya perlu terus dievaluasi di masyarakat bisa sewaktu-waktu kambih. Masih banyak stigma atau penilaian negatif di masyarakat kepada klien gangguan kejiwaan.

4. Express Feeling
Perlu ada dukungan dari lingkungan. Istilah ngetopnya sharing atau Curhat , sehingga membantu meringankan beban yang menerpa. Salah satu solusi yang ditawarkan, selain mengontrol emosi, lebih mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Express feeling sangat penting agar masalah yang menekan semakin ringan.

5. Lakukan implementasi khusus
- Semua ancaman bunuh diri secara verbal dan non-verbal harus ditanggapi serius oleh perawat. Laporkan sesegara mungkin dan lakukan tindakan pengamanan.
- Jauhkan semua benda yang berbahaya dari lingkungan klien.
- Jika klien berisiko tinggi untuk bunuh diri, observasi secara ketat meskipun di tempat tidur/kamar mandi.
- Observasi dengan cermat saat klien makan obat, periksa mulut, pastikan bahwa obat teh ditelan, berikan obat dalam bentuk cair bila memungkinkan.
- Jelaskan semua tindakan pengamanan kepada klien, komunikasikan perhatian dan kepedulian perawat.
- Waspadai bila klien terlihat tenang sebab mungkin saja ia telah selesai merencanakan bunuh diri.


Sumber : Yoseph, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa.Bandung. Refika Aditama.
edit by imot n mey-chan

Asuhan Keperawatan Klien Perilaku Kekerasan

Perawat yang bekerja di tempat-tempat seperti ruang emergensi, area perawatan kritis, dan pusat trauma, sering merawat klien-klien yang mengamuk dan berperilaku yang membahayakan dirinya sendiri, orang lain, dan petugas kesehatan. Oleh karena itu sangat penting bagi perawat untuk memiliki keterampilan untuk menanganinya.

Pengkajian

Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan agitasi pada klien, hirarki perilaku agresif dan kekerasan. Disamping itu, perawat harus mengkaji pula afek klien yang berhubungan dengan perilaku agresif.

Kelengkapan pengkajian dapat membantu perawat :
-Membangun hubungan yang terapeutik dengan klien.
-Mengkaji perilaku klien yang berpotensi kekerasan.
-Mengembangkan sutu perencanaan.
-Mengimplementasikan perencanaan.
-Mencegah perilaku agresif dan kekerasan dengan terapi millieu.

Bila klien dianggap hendak melakukan kekerasan, maka perawat harus :
1.Melaksanakan prosedur klinik yang sesuai untuk melindungi klien dan tenaga kesehatan.
2.Beritahu ketua tim.
3.Bila perlu, minta bantuan keamanan.
4.Kaji lingkungan dan buat perubahan yang perlu.
5.Beritahu dokter dan kaji PRN untuk pemberian obat.

Perilaku yang berhubungan dengan agresi :
1.Agitasi motorik : bergerak cepat, tidak mampu duduk diam, memukul dengan tinju kuat, mengapit kuat, respirasi meningkat, membentuk aktivitas motorik tiba-tiba (katatonia).
2.verbal : mengancam pada objek yang tidak nyata, mengacau minta perhatian, berbicara keras-keras, menunjukan adanya delusi atau pikiran paranoid.
3.Afek : marah, ermusuhan kecemasan yang ekstrim, mudah terangsang, euphoria tidak sesuai atau berlebihan, afek labil.
4.Tingkat kesadaran : bingung, status mental berubah tiba-tiba, disorientasi, kerusakan memori, tidak mampu dialihkan.



Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan memenej perilaku agresif. Intervensi dapat melalui rentang intervensi keperawatan :



Strategi preventif Strategi antisipatif Strategi pengurungan

Kesadaran diri Komunikasi manajeman krisis
Pendidikan klien Perubahan lingkungan Seclusion
Latihan asertif Tindakan perilaku Restrains
Psikofarmakologi

Sumber : Yoseph, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa.Bandung. Refika Aditama.

edit by : maya

PEDOMAN WAWANCARA DAN EVALUASI PENGELOLAAN KLIEN SUICIDE

Pada saat mengahadapi klien yang melakukan percobaan bunuh diri, klien boleh secara spontan menceritakan gagasannya bunuh dirinya, atau dengan cara menanyakan secara langsung pada klien. Sebelumnya awali pembicaraan dengan bertanya pada klien apakah ia pernah merasa ingin menyerah saja terhadap hidup ini? Atau mereka merasa lebih baik mati.

Lalu bicaralah dengan klien mengenai apa yang dipikirkan oleh klien? Dan catatlah semua pikiran itu. Begitu masalah yang dialami oleh klien mulai diperbincangkan, gunakan kata seprti “bunuh diri” dan “mati” daripada “cedera” atau “melukai” karena beberapa klien bingung tentang penggunaan kata-kata itu, dan kebanyakan mereka tidak mau mencederai dirinya, walaupun bila mereka ingin membunuh dirinya.

Ajukan pertanyaan seperti : berapa sering pikiran bunuh diri anda? Apakah pikiran bunuh diri anda makin meningkat? Apakah anda pernah punya pikiran yang kurang baik saja, atau pernahkah anda merencanakan cara bunuh diri? Apakah pikiran bunuh diri anda hanya sepintas lintas saja atau benar-benar serius? Sudah dipikirkan suatu cara tertentu untuk bunuh diri itu?

Pertanyaan terakhir untuk membantu dan memberi terapi, saat klien mengusulkan beberapa jalan untuk menghindarkan dirinya dari dilemanya. Bila mereka tidak membahasnya, apakah mereka putus asa terhadap hari esok? Bila iya demikian, apakah rasa takut mereka itu rasional? Dapatkan segala riwayat klien dari orang disekitarnya seperti keluarga atau tetangga yang dapat dipercaya bila klien tidak kooperatif.

EVALUASI DAN PENGELOLAAN BUNUH DIRI

1.Bila mengevaluasi klien yang cenderung bunuh diri, jangan tinggalkan mereka sendiri, singkirkan semua benda yang potensial berbahaya.

2.bila mengevaluasi klien yang baru saja mencoba bunuh diri, nilailah apakah usaha itu telah direncanakan atau hanya impulsif saja sambil menentukan derajat letalitasnya, kemungkinan klien pulih kembali.

3.pengelolaan bergantung sebagian besar pada diagnosis. klien dengan depresi berat dapat diobati sebagai pasien rawat jalan jika keluarganya dapat mengawasi mereka dengan seksama. Bila tidak lakukanlah rawat inap.

4.gagasan bunuh diri dari klien alkoholik biasanya akan membaik dalam beberapa hari dengan abstinensi.

5.gagasan bunuh diri pada klien skizofrenik harus diperhatikan secara serius karena mereka cenderung mempergunakan cara yang keras dan aneh dengan derajat letalitas tinggi

6.klien dengan gangguan kepribadian akan mengambil manfaat dari bantuan dan konfrontasi empatik dan perlu dilajutkan pendekatan secara rasional, bertanggung jawab pada masalah yang mencetuskan dan menyebabkan krisi tersebut. Keikutsertaan keluarga atau teman dan manipulasi lingkungan dapat membantu untuk menyelesaikan krisis yang membawa klien untuk bunuh diri.

7.perawat inap di rumah sakit jangka panjang dianjurkan bagi kasus dengan kecenderungan mutilasi diri, namun inap jangka pendek tidak akan mempengaruhi perilaku yang berulang ini.

SUMBER :Kaplan dan sadock. Sinopsis psikiatrik. Edisi ketujuh.

EDIT BY : MAYA