Selasa, 27 Mei 2008




foto-foto ini adalah foto rekayasa untuk menggambarkan cara-cara yang paling sering dilakukan oleh orang yang melakukan bunuh diri, yaitu gantung diri dan memotong arteri radialis.(jangan ditiru!)







foto-foto ini adalah foto yang kami rekayasa untuk menggambarkan korban-korban kekerasan yang dapat terjadi pada anak-anak harapan bangsa, seperti dampaknya anak akan menjadi terjerumus pada narkoba,depresi,stres,bahkan hingga percobaan bunuh diri

Bgaimana senyum anak-anak ini dapat terlihat kembali, jika anak-anaknya mengalami kekerasan mulai dari fisik, psikologis,lingkungan dan sosialnya?

puisi untuk anak-anak korban kekerasan

“Aku begini karena siapa?”


Anak belajar dari kehidupannya

Jika anak dibesarkan dengan celaan,
ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,
ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan,
ia belajar untuk rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan,
ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi,
ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan,
iabelajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian,
ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan perlakuan baik,
ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman,
ia belajar mempercayai
Jika anak dibesarkan dengan dukungan,
ia belajar menyukai diri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,
ia belajar menemukan Cinta dalam kehidupannya


Sumber Dorothy Law dalam Jalaludin Rakhmat (1999) dikutip dari Huraerah (2006)


Daftar pustaka:

Huraerah, Abu. 2006. Kekerasan terhadap Anak. Bandung. Penerbit Nuansa.

edit by manyun

BENTUK-BENTUK KEKERASAN PADA ANAK

Berikut adalah potret kekerasan yang terjadi pada anak-anak di Indonesia :

Tabel.1 Bentuk Kekerasan Terhadap Anak, sumber Hotline Services Komisi Nasional Perlindungan Anak, Maret sampai dengan 15 Desember 2005.



Sumber :Komnas Ham Anak

Sesuai dengan paparan diagram diatas, dapat dicermati bahwa disepanjang tahun 2005 yang paling tinggi kuantitas bentuk kekerasan terhadap anak adalah kekerasan seksual dengan mencapai angka 327 kasus atau 44.43% dari total jumlah 736 kasus kekerasan terhadap anak sepanjang tahun 2005, yang menduduki peringkat kedua adalah kekerasan fisik dengan jumlah kasus 233 atau 31.66%, sedangkan 23.91% atau 176 adalah kasus kekerasan psikis yang dialami oleh anak-anak sepanjang tahun 2005.

Komnas Anak juga menyampaikan bahwa sepanjang tahun ini anak-anak Indonesia yang mengalami eksploitasi seksual oleh orang dewasa mencapai 745.817 anak. Sementara itu 2 juta anak Indonesia juga terpaksa harus bekerja, baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri atau harus membantu perekonomian keluarga. Di sektor pendidikan, anak Indonesia yang bisa menyelesaikan sekolah dasar namun tidak bisa melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama mencapai 4.370.492 anak. Sedangkan anak Indonesia yang sekolah sampai SMP namun tidak bisa melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas jauh lebih tinggi, yakni mencapai 18.296.332 anak. Menurut Mulyadi, kondisi ini menyebabkan masih tingginya angka anak jalanan dan anak-anak Indonesia yang masih menjalani kehidupan jalanan mencapai 155.965 anak.

Tabel. 2 Dampak Kekerasan Fisik Pada Anak, Sumber Hotline Services Komisi Nasional Perlindungan Anak, Maret sampai dengan 15 Desember 2005.




Sumber : Komnas Ham Anak

Sesuai dengan catatan pada diagram diatas, dampak kekerasan fisik terhadap anak yang tercatat pada Hotline pengaduan dan Pusat Data dan Informasi Komisi Nasional Perlindungan Anak sangat beragam, mulai dari luka ringan, luka berat sampai pada meninggal dunia, Dari jumlah keseluruhan 233 kasus, 52 kasus atau 22.32% dampak dari kekerasan terhadap anak adalah meninggal dunia, 123 atau 52.79% korban mengalami luka ringan, dan 24.89% atau 58 korban mengalami luka berat. Meski dampak kekerasan
terhadap anak yang berujung pada meninggal dunia bagi si korban memiliki persentase yang lebih kecil dari yang lain, hal ini merupakan penghilangan secara paksa asset generasi bangsa dan juga penghilangan secara paksa terhadap hak hidup seorang anak.




Tabel. 3 Pelaku Kekerasan terhadap Anak, sumber Hotline Services Komisi Nasional Perlindungan Anak, Maret sampai dengan 15 Desember 2005.



Sumber : Komnas Ham Anak

Berdasar grafik diatas terlihat bahwa pelaku kekerasan terhadap anak yang memiliki porsi terbesar adalah orang yang dikenal atau komunitas yang lebih dikenal oleh si anak. Dari 331 pelaku kekerasan terhadap anak yang terpantau oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak, sebesar 226 pelaku atau 68.28% pelaku tindak kekerasan adalah orang yang dikenal oleh anak, mulai dari keluarga inti, kerabat, tetangga, atau yang lain yang sudah kenal dengan si korban. Sedangkan 31.72% atau sebanyak 105 pelaku tindak kekerasan adalah orang belum/tidak dikenal oleh korban. Dari catatan tersebut, ternyata orang/komunitas yang selama ini dekat dan dikenal oleh anak rentan menjadi pelaku tindak kekerasan terhadap anak dan ini membuktikan tidak selamanya orang/komunitas yang dekat dan dikenal oleh anak adalah pelindung bagi anak-anak.

Di Indonesia Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sudah disahkan, tetapi pelaksanaan di lapangan belum berjalan seperti yang diharapkan. Berdasarkan laporan Departemen Sosial, di Indonesia data kasus anak yang mengalami tindak kekerasan pada tahun 2006 adalah 182.400 kasus. Sedangkan data Pusdatin Komnas Perlindungan Anak memberikan gambaran adanya kecenderungan peningkatan baik jumlah maupun jenis kasus Kekerasan Terhadap Anak (KTA) dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2004-2006). Gambaran tersebut merefleksikan kasus KTA sebagai fenomena gunung es artinya yang terlihat dipermukaan adalah sebagian kecil saja dari kasus sebenarnya yang terjadi di masyarakat.

edit by maya

Peran perawat dalam perilaku mencederai diri

Perawat dalam menghadapi klien yang mempunyai niat untuk bunuh diri atau sudah melakukan bunuh diri harus melakukan suatu asuhan keperawatan yang khusus. Karena tindakan yang dilakukan klien adalah tindakan yang dapat mengancam hidup klien. Asuhan kePerawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa, interensi dan rasional serta intervensi.

Pengkajian

1.Lingkungan dan upaya bunuh diri:
perawat perlu mengkaji peristiwa yang menghina atau menyakitkan, upaya persiapan, ungkapan verbal, catatan, lukisan, memberikan benda yang berharga, obat, penggunaan kekerasan, racun.
2.gejala:
perawat mencatat adanya keputusasan, celaan terhadap diri sendiri, perasan gagal, dan tidak berharga, alam perasaan depresi, agitasi gelisah, insomnia menetap, berat badan menurun, bicara lamban, keletihan, withdrawl.
3.Penyakit psikiatrik:
upaya bunuh diri sebelumnya, kelainan afektif, zat aditif, depresi
remaja, gangguan mental lansia.
4.Riwayat psikososial:
bercerai, putus hubungan, kehilangan pekerjaan, stress multiple (pindah, kehilangan, putus hubungan, masalah sekolah, krisis disiplin), penyakit kronik.
5.Penyakit kepribadian:
impulsive, agresif, bermusuhan, kognisi negative dan kaku, putus asa, harga diri rendah, anti sosial.
6.Riwayat keluarga:
riwayat bunuh diri, gangguan afektif, alkoholisme.

Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi mutilasi diri/kekerasan pada diri sendiri sehubungan dengan takut terhadap penolakan, alam perasaan yang tertekan, reaksi kemarahan, ketidakmampuan mengungkapkan, perasaan secara verbal, ancaman harga diri karena malu, kehilangan pekerjaan dan sebagainya.

ü Sasaran jangka pendek: klien akan mencari bantuan staf bila ada perasaan ingin mencederai diri.
ü Saran jangka panjang: klien tidak akan mencederai diri.



Intervensi dan Rasional


ü Observasi perilaku klien lebih sering melalui aktivitas dan interaksi rutin, hindari kesan pengamatan dan kecurigaan pada klien (observasi ketat dibutuhkan supaya intervenasi dapat terjadi jika dibutuhkan untuk memastikan keamanan klien)

üTetapkan kontak verbal dengan klien bahwa dia akan meminta bantuan jika keinginan untuk bunuh diri dirasakan (mendiskusikan perasan inginj bunuh diri, dengan orang yang dipercaya memberikan derajat keringan untuk klien, sikap penerimaan klien sebagai individu dapat dirasakan)

ü Jika mutilasi diri terjadi, rawat luka klien dengan tidak mengusijk penyebabnya jangan berikan reinforcement positif untuk perilaku tersebut (kurang perhatian untuk perilaku maladaftif dapat menurunkan pengulangan mutilasi)

ü Dorong klien untuk bicara tentang perasaan yang dimilikinya sebelum perilaku ini terjadi (agar memecahkan masalah dan memahami faktor pencetus).
üBertindak sebagai model dalam mengekspresikan kemarahan yang tepat (perilaku bunuh diri dipandang sebagai marah yang diarahkan pada diri sendiri).

ü Singkirkan semua benda yang berbahaya dari lingkungan klien (kemanan klien merupakan prioritas keperawatan).

ü Arahkan kembali perilaku mutilasi dengan penyeluran fisik/latihan fisik merupakan cara yang aman untuk menyalurkan ketegangan yang terpendam).

ü Komitmen semua staf untuk memberikan spirit kepada klien (bukti kontrol terhadap situasi dan memberikan keamanan fisik serta semangat hidup).

ü Berikan obat-obatan sesuai hasil kolaborasi, pantau keefektifan dan efek samping (obat penenang seperti ansiolotik/antipsikotik dapat memberikan efek menenangkan pada klien dan mencegah perilaku agresif).

ü Gunakan restrain mekanis bila keadaan memaksa sesuai prosedur tetap (bila klien meolak obat-obatan dan situasi darurat/restrain diperlukan pada jam-jam tertentu).

ü Observasi klien dalam restrain tiap 15 menit/sesuai prosedur tetap dengan mempertimbangkan keamanan, sirkulasi darah, kebutuhan dasar (keamanan klien merupakan prioritas keperawatan).

Intervensi klien bunuh diri

1. Listening, kontak, kolaborasi dengan keluarga
Klien bisa ditolong dengan terapi dan bisa hidup lebih baik, jika ia mau berbicara dan mendengar dalam upaya memecahkan persoalan, serta tidak ada alasan melalui kesulitan sendiri \an tanpa bantuan orang lain. Selain itu, bila mendapati ada orang hendak bunuh diri, sebaiknya dengarkan apa yang dia keluhkan. Berikan dukungan agar dia tabah dan tetap berpandangan bahwa hidup ini bermanfaat, buat lingkungan tempat tinggal dia aman dengan cara menjauhkan alat-alat yang bisa digunakan untuk bunuh diri.

2. Pahami persoalan dari “kacamata mereka”.
Menghadapi orang yang berniat bunuh diri atau gagal melakukan bunuh diri, perlu sikap menerima, sabar, dan empati. Perawat berupaya agar tidak bersikap memvonis, memojokkan, aplagi menghakimi mereka yang punya niat bunuh diri atau gagal melakukan bunuh diri.

3. Pentingnya partisipasi masyarakat.
Gangguan kejiwaan sebenarnya bisa sembuh hanya perlu terus dievaluasi di masyarakat bisa sewaktu-waktu kambih. Masih banyak stigma atau penilaian negatif di masyarakat kepada klien gangguan kejiwaan.

4. Express Feeling
Perlu ada dukungan dari lingkungan. Istilah ngetopnya sharing atau Curhat , sehingga membantu meringankan beban yang menerpa. Salah satu solusi yang ditawarkan, selain mengontrol emosi, lebih mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Express feeling sangat penting agar masalah yang menekan semakin ringan.

5. Lakukan implementasi khusus
- Semua ancaman bunuh diri secara verbal dan non-verbal harus ditanggapi serius oleh perawat. Laporkan sesegara mungkin dan lakukan tindakan pengamanan.
- Jauhkan semua benda yang berbahaya dari lingkungan klien.
- Jika klien berisiko tinggi untuk bunuh diri, observasi secara ketat meskipun di tempat tidur/kamar mandi.
- Observasi dengan cermat saat klien makan obat, periksa mulut, pastikan bahwa obat teh ditelan, berikan obat dalam bentuk cair bila memungkinkan.
- Jelaskan semua tindakan pengamanan kepada klien, komunikasikan perhatian dan kepedulian perawat.
- Waspadai bila klien terlihat tenang sebab mungkin saja ia telah selesai merencanakan bunuh diri.


Sumber : Yoseph, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa.Bandung. Refika Aditama.
edit by imot n mey-chan

Asuhan Keperawatan Klien Perilaku Kekerasan

Perawat yang bekerja di tempat-tempat seperti ruang emergensi, area perawatan kritis, dan pusat trauma, sering merawat klien-klien yang mengamuk dan berperilaku yang membahayakan dirinya sendiri, orang lain, dan petugas kesehatan. Oleh karena itu sangat penting bagi perawat untuk memiliki keterampilan untuk menanganinya.

Pengkajian

Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan agitasi pada klien, hirarki perilaku agresif dan kekerasan. Disamping itu, perawat harus mengkaji pula afek klien yang berhubungan dengan perilaku agresif.

Kelengkapan pengkajian dapat membantu perawat :
-Membangun hubungan yang terapeutik dengan klien.
-Mengkaji perilaku klien yang berpotensi kekerasan.
-Mengembangkan sutu perencanaan.
-Mengimplementasikan perencanaan.
-Mencegah perilaku agresif dan kekerasan dengan terapi millieu.

Bila klien dianggap hendak melakukan kekerasan, maka perawat harus :
1.Melaksanakan prosedur klinik yang sesuai untuk melindungi klien dan tenaga kesehatan.
2.Beritahu ketua tim.
3.Bila perlu, minta bantuan keamanan.
4.Kaji lingkungan dan buat perubahan yang perlu.
5.Beritahu dokter dan kaji PRN untuk pemberian obat.

Perilaku yang berhubungan dengan agresi :
1.Agitasi motorik : bergerak cepat, tidak mampu duduk diam, memukul dengan tinju kuat, mengapit kuat, respirasi meningkat, membentuk aktivitas motorik tiba-tiba (katatonia).
2.verbal : mengancam pada objek yang tidak nyata, mengacau minta perhatian, berbicara keras-keras, menunjukan adanya delusi atau pikiran paranoid.
3.Afek : marah, ermusuhan kecemasan yang ekstrim, mudah terangsang, euphoria tidak sesuai atau berlebihan, afek labil.
4.Tingkat kesadaran : bingung, status mental berubah tiba-tiba, disorientasi, kerusakan memori, tidak mampu dialihkan.



Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan memenej perilaku agresif. Intervensi dapat melalui rentang intervensi keperawatan :



Strategi preventif Strategi antisipatif Strategi pengurungan

Kesadaran diri Komunikasi manajeman krisis
Pendidikan klien Perubahan lingkungan Seclusion
Latihan asertif Tindakan perilaku Restrains
Psikofarmakologi

Sumber : Yoseph, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa.Bandung. Refika Aditama.

edit by : maya

PEDOMAN WAWANCARA DAN EVALUASI PENGELOLAAN KLIEN SUICIDE

Pada saat mengahadapi klien yang melakukan percobaan bunuh diri, klien boleh secara spontan menceritakan gagasannya bunuh dirinya, atau dengan cara menanyakan secara langsung pada klien. Sebelumnya awali pembicaraan dengan bertanya pada klien apakah ia pernah merasa ingin menyerah saja terhadap hidup ini? Atau mereka merasa lebih baik mati.

Lalu bicaralah dengan klien mengenai apa yang dipikirkan oleh klien? Dan catatlah semua pikiran itu. Begitu masalah yang dialami oleh klien mulai diperbincangkan, gunakan kata seprti “bunuh diri” dan “mati” daripada “cedera” atau “melukai” karena beberapa klien bingung tentang penggunaan kata-kata itu, dan kebanyakan mereka tidak mau mencederai dirinya, walaupun bila mereka ingin membunuh dirinya.

Ajukan pertanyaan seperti : berapa sering pikiran bunuh diri anda? Apakah pikiran bunuh diri anda makin meningkat? Apakah anda pernah punya pikiran yang kurang baik saja, atau pernahkah anda merencanakan cara bunuh diri? Apakah pikiran bunuh diri anda hanya sepintas lintas saja atau benar-benar serius? Sudah dipikirkan suatu cara tertentu untuk bunuh diri itu?

Pertanyaan terakhir untuk membantu dan memberi terapi, saat klien mengusulkan beberapa jalan untuk menghindarkan dirinya dari dilemanya. Bila mereka tidak membahasnya, apakah mereka putus asa terhadap hari esok? Bila iya demikian, apakah rasa takut mereka itu rasional? Dapatkan segala riwayat klien dari orang disekitarnya seperti keluarga atau tetangga yang dapat dipercaya bila klien tidak kooperatif.

EVALUASI DAN PENGELOLAAN BUNUH DIRI

1.Bila mengevaluasi klien yang cenderung bunuh diri, jangan tinggalkan mereka sendiri, singkirkan semua benda yang potensial berbahaya.

2.bila mengevaluasi klien yang baru saja mencoba bunuh diri, nilailah apakah usaha itu telah direncanakan atau hanya impulsif saja sambil menentukan derajat letalitasnya, kemungkinan klien pulih kembali.

3.pengelolaan bergantung sebagian besar pada diagnosis. klien dengan depresi berat dapat diobati sebagai pasien rawat jalan jika keluarganya dapat mengawasi mereka dengan seksama. Bila tidak lakukanlah rawat inap.

4.gagasan bunuh diri dari klien alkoholik biasanya akan membaik dalam beberapa hari dengan abstinensi.

5.gagasan bunuh diri pada klien skizofrenik harus diperhatikan secara serius karena mereka cenderung mempergunakan cara yang keras dan aneh dengan derajat letalitas tinggi

6.klien dengan gangguan kepribadian akan mengambil manfaat dari bantuan dan konfrontasi empatik dan perlu dilajutkan pendekatan secara rasional, bertanggung jawab pada masalah yang mencetuskan dan menyebabkan krisi tersebut. Keikutsertaan keluarga atau teman dan manipulasi lingkungan dapat membantu untuk menyelesaikan krisis yang membawa klien untuk bunuh diri.

7.perawat inap di rumah sakit jangka panjang dianjurkan bagi kasus dengan kecenderungan mutilasi diri, namun inap jangka pendek tidak akan mempengaruhi perilaku yang berulang ini.

SUMBER :Kaplan dan sadock. Sinopsis psikiatrik. Edisi ketujuh.

EDIT BY : MAYA

faktor-faktor yang mempengaruhi suicide dan tanda-tanda suicide

Suiside dan kebudayaan :
Kebudayaan mempengaruhi niat dan tekad seseorang individu untuk mengakhiri hidupnya disamping kedudukan sosial-ekonomi dan situasi extern yang merugikan. Menurut perkiraan dalam tahun 1966 di AS tiap 24 menit 1 orang mati karena bunuh diri.

Suiside dan Jenis kelamin:
Angka bunuh diri pada wanita lebih besar dari pada pria di semua negara dan sepanjang masa.

Suiside dan umur:
Angka bunuh diri meningkat dengan bertambahnya umur, kurvanya merupakan garis lurus yang mendaki. Pada wanita kurva ini naik sampai unur 60 tahun, kemudian menurun lagi. Anak-anak dibawah umur 15 tahun yang sekali melakukan bunuh diri. Beberapa penulis menemukan angka yang meningkat pada usia muda, yaitu antara 15 – 30 tahun.

Suiside dan status perkawinan:
Frekwensi suiside lebih kecil pada mereka yang sudah menikah, terutama mereka yang mempunyai anak, dibandingkan dengan mereka yang belum berkeluarga, janda atau cerai.

Suiside dan gangguan jiwa:
Pembagian menurut diagnosa klinik ialah :
· Psikosa
· Reaksi disosiasi
· Nerosa depresi
· Gangguan situasional sementara

Solomon membagi besarnya resiko bunuh diri dengan melihat adanya tanda-tanda tertentu, yaitu:tanda-tanda resiko berat dan tanda-tanda bahaya.

1. Tanda-tanda resiko berat ialah:

a.Keinginan mati yang sungguh-sungguh, pernyataan yang berulang-ulang bahwa ia ingin mati.
b. Adanya depresi dengan gejala rasa salah dan dosa terutama terhadap orang-orang yang sudah meninggal, rasa putus asa, ingin dihukum berat, rasa cemas yang hebat, rasa tidak berharga lagi, sangat berkurangnya nafsu makan, sex dan kegiatan, serta adanya gangguan tidur yang berat.
c. Adanya psikosa: terutama penderita psikosa yang impulsif, serta adanya perasaan curiga, ketakutan dan panik. Keadaan semakin berbahaya bila penderita mendengar suara yang memerintahkan membunuh dirinya.

2.Tanda-tanda bahaya ialah:

a.Pernah melakukan percobaan bunuh diri.
b.Penyakit yang menahun: penderita dengan penyakit kronis yang berat dapat melakukan bunuh diri karena depresi yang disebabkan penyakitnya.
c.Ketergantungan obat dan alkohol.
d.Hipochondriasis: keluhan fisik yang konstan dan bermacam-macam tanpa sebab yang organis dapat menimbulkan depresi yang berbahaya.
e.Bertambahnya umur: terutama pada pria, bertambahnya umur tanpa pekerjaan atau kesibukan yang berarti, dapat menambah perasaan bahwa hidup tidak berguna.
f.Pengasingan diri
g.Kebangkrutan kekayaan
h.Catatan bunuh diri
i.Kesukaran penyesuaian diri yang kronis
j.Tak jelas adanya keuntungan sekunder. Jika ancaman pasien tertuju pada orang tertentu disekitarnya, maka mungkin percobaan bunuh diri bertujuan untuk memanipulasi dan mengharapkan pertolongan, maka resikonya lebih kecil.


Sumber : W.F. MARAMIS. 2005. Surabaya: Airlangga University Press.

edit by irma

Suiside dan kebudayaan :
Kebudayaan mempengaruhi niat dan tekad seseorang individu untuk mengakhiri hidupnya disamping kedudukan sosial-ekonomi dan situasi extern yang merugikan. Menurut perkiraan dalam tahun 1966 di AS tiap 24 menit 1 orang mati karena bunuh diri.

Suiside dan Jenis kelamin:
Angka bunuh diri pada wanita lebih besar dari pada pria di semua negara dan sepanjang masa.

Suiside dan umur:
Angka bunuh diri meningkat dengan bertambahnya umur, kurvanya merupakan garis lurus yang mendaki. Pada wanita kurva ini naik sampai unur 60 tahun, kemudian menurun lagi. Anak-anak dibawah umur 15 tahun yang sekali melakukan bunuh diri. Beberapa penulis menemukan angka yang meningkat pada usia muda, yaitu antara 15 – 30 tahun.

Suiside dan status perkawinan:
Frekwensi suiside lebih kecil pada mereka yang sudah menikah, terutama mereka yang mempunyai anak, dibandingkan dengan mereka yang belum berkeluarga, janda atau cerai.

Suiside dan gangguan jiwa:
Pembagian menurut diagnosa klinik ialah :
· Psikosa
· Reaksi disosiasi
· Nerosa depresi
· Gangguan situasional sementara

Solomon membagi besarnya resiko bunuh diri dengan melihat adanya tanda-tanda tertentu, yaitu:tanda-tanda resiko berat dan tanda-tanda bahaya.
1. Tanda-tanda resiko berat ialah:
a.Keinginan mati yang sungguh-sungguh, pernyataan yang berulang-ulang bahwa ia ingin mati.
b. Adanya depresi dengan gejala rasa salah dan dosa terutama terhadap orang-orang yang sudah meninggal, rasa putus asa, ingin dihukum berat, rasa cemas yang hebat, rasa tidak berharga lagi, sangat berkurangnya nafsu makan, sex dan kegiatan, serta adanya gangguan tidur yang berat.
c. Adanya psikosa: terutama penderita psikosa yang impulsif, serta adanya perasaan curiga, ketakutan dan panik. Keadaan semakin berbahaya bila penderita mendengar suara yang memerintahkan membunuh dirinya.
2. Tanda-tanda bahaya ialah:
a. Pernah melakukan percobaan bunuh diri.
b. Penyakit yang menahun: penderita dengan penyakit kronis yang berat dapat melakukan bunuh diri karena depresi yang disebabkan penyakitnya.
c. Ketergantungan obat dan alkohol.
d. Hipochondriasis: keluhan fisik yang konstan dan bermacam-macam tanpa sebab yang organis dapat menimbulkan depresi yang berbahaya.
e. Bertambahnya umur: terutama pada pria, bertambahnya umur tanpa pekerjaan atau kesibukan yang berarti, dapat menambah perasaan bahwa hidup tidak berguna.
f. Pengasingan diri
g. Kebangkrutan kekayaan
h. Catatan bunuh diri
i. Kesukaran penyesuaian diri yang kronis
j. Tak jelas adanya keuntungan sekunder. Jika ancaman pasien tertuju pada orang tertentu disekitarnya, maka mungkin percobaan bunuh diri bertujuan untuk memanipulasi dan mengharapkan pertolongan, maka resikonya lebih kecil.
Sumber : W.F. MARAMIS. 2005. Surabaya: Airlangga University Press.

definisi dan kasus suicide

Masalah bunuh diri bukanlah masalah yang baru. Bangsa Indonesia telah mengenalnya sejak jaman dahulu.

1.Definisi
Dalam perpustakaan terdapat banyak definisi bunuh diri atau suicide (percobaan bunuh diri, latin: “tentamen suicide”, inggris : “suicide attempt”). Ada yang menganggap (percobaan) bunuh diri ialah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan dirinya sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh sesweorang yang tahu akan akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat.

Sukar sekali memenuhi syarat-syarat definisi ini dari kasus di atas, manakah yang cocok dengan definisi sebagai berikut: (percobaan) bunuh diri ialah segala perbuatan seseorang yang dapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat.

2.Psikodinamika
Mengapa seseorang ingin mati? Mengapa sampai bunuh diri? Dalam kepustakaan psikiatri dinyatakan bahwa hamper pada semua orang sekali waktu dalam hidupnjya timbul pikiran untuk lebih baik mati saja. Hal ini mirip dengan apa yang dinyatakan juga dalam bidang delinkwensi, yaitu pengakuan Emerson yang sudah lama, bahwa tidak pernah ada kejahatan atau perbuatan buruk yang pada sekali waktu tidak menggoda dia. Motivasi dalam hal ini sangat kompleks. Apakqah buah pikiran itu akan menjadi perbuatan atau tidak, tergantung pada keadaan lingkungan social dan fisik, serta juga pad keadaan jiwa maupun badan orang itu.

Dewasa ini kalangan psikiatri memandang bunuh diri sebagai perilaku yang bertujuan mengatasi masalah hidup, suatu perilaku yang “unik manusiawi” dan cultural, yang sesungguhnya bukan berarti pemusnahan diri, melainkan penyelesaian masalah frustasi, penghindaran diri dari segala situasi yang tidak menyenangkan, pernyataan amarah atau kegelisahan, untuk memperoleh keadaan tidur yang damai dan tenteram.

Banyak sekali factor determinan dan variable telah diselidiki, antara lain: jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan dan kedudukan social, usia, psikopatologi, bangsa dan suku, kebudayaan, agama, musim, cuaca, malahan jam dan hari, juga tempat dan cara, terlalu banyak untuk membicarakan semua.


Ada macam-macam pembagian bunuh diri dan percobaan bunuh diri. Pembagian Emile Durkheim masih dapat dipakai karena praktis, yaitu:
1.Bunuh diri egoistik
Individu itu tidak mampu berintegrasi dengan masyarakat. Biasanya disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian.

2.Bunuh diri altruistik
Individu itu terikat pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena identifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa bahwa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.

3.Bunuh diri anomik
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dengan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuakn yang biasa.

Meininger melihat 3 komponen pada orang yang melakukan bunuh diri, yaitu: adanya keinginan untuk membunuh atau menyerang, untuk dibunuh, dan untuk mati atau menguhukum diri sendiri.


Scheidman dan Farberow membagi orang yang melakukan bunuh diri menjadi 4 golongan, yaitu:

1.Mereka yang percaya bahwa bunuh dir4i itu benar, sebab mereka memandang bunuh diri sebagai peralihan menuju ke kehidupan yang lebih baik atau mempunyai arti untuk menyelamatkan nama baiknya (misalnya: hara-kiri).

2.Mereka yang sudah tua, hal ini ditemukan pada oang yang kehilangan anak, atau cacat jasmaninya, yang menganggap bunuh diri sebagai suatu jalan keluar dari keadaan yang tidak menguntungkan bagi mereka.

3.Mereka yang psikotik, dan bunuh diri disini merupakan jawaban terhadap halusinasi atau wahamnya.

4.Mereka yang bunuh diri sebagai balas dendam, yang percaya bahwa karena dengan bunuh diri orang lain akan berduka-cita dan mereka sendiri akan dapat menyaksikan kesusahan orang lain itu.


Menurut Schncidman dan Farberow (para pendiri ”suicide Prevention Center” di Los Angelos) istilah bunuh diri (suicide) dapoat mengandung arti:

1. Ancaman bunuh diri (”Threatened Suicide”)
2. Percobaan bunuh diri (“Attempted Suicide”)
3. Bunuh diri yang telah dilakukan (“Comitted Suicide”)
4. Depresi dengan niat hendak bunuh diri
5. Melukai diri sendiri (“Selft destruction”)


Secara sederhana Triman Prasadio melihat suicide sebagai salah satu cara dari empat cara orang meninggal dunia, yaitu:
1. mati wajar (“nature death”, termasuk karena sakit atau tua).
2. mati kecelakaan
3. mati benuh-diri (suicide).
4. Mati terbunuh


Terdapat hubungan yang erat antara suicide dan depresi. Orang denga depresi mencoba melakukan bunuh diri untuk menghilankan depresinya. Sebaliknya perconaan bunuh diri dapat menyebabkan depresi untuk waktu yang lama. Sering terdapat preokupasi bunuh diri sebagai usaha untuk melawan depresi. Banyak orang yang melakukan bunuh diri tidak memperlihatkan gejala-gejala klinik mengenai depresi. Banyak juga penderita dengan depresi tidak melakukan bunuh diri.


Kasus 1: pada suatu pagi seorang gadis ditemukan sudah meninggal di kamar tidurnya. Di mejanya ada sebuah surat yang ditujukan kepada ibunya : “kalau ibu membaca surat ini maka aku sudah tidak ada lagi. Penderitaanku sudah terlalu berat……”.

Kasus 2 : tiba-tiba suatu rumah menjadi ramai. Ibu rumah tangganya itu sedang berteriak-teriak. “lebih baik mati, lebih baik mati”. Berlari ke sana ke mari, meloncat dari jendela tingkat dua. Pahanya parah. Ia dibawa ke rumah sakit. Waktu dibawa buat konsul ia masih kelihatan sangat taku. Katanya ada komplotan terhadapnya. “saya mau dihukum secara siksa, dokter, lalu saya lari, lebih baik mati lebih dahulu”.

Melakukan bunuh dirikah gadis dalam kasus 1 itu?
Suatu percobaan bunuh dirikah pada kasus kedua?

Kasus 3: pada suatu sore seorang anggota angkatan bersenjata terlentang diatas tempat tidurnya dan tidak dapat dibangunkan. Disampingnya terdapat botol obat tidur yang sudah kosong. Ia dibawa ke rumah sakit dan keesokan harinya baru ia sadar kembali. Waktu dibawa konsul ia masih sangat depresdif dan menceritakan riwayatnya: sebelum ia berangkat ke medan pertempuran, tunangannya memutuskan hubungan mereka. Dengan hati yang sangat sedih ia berangkat. “Dokter, hidup tiada artinya lagi bagi saya”, katanya. Depresi itu berlangsung terus selama ia berada di medan perang. “Saya ingin mati saja dokter, saya sudah berkelahi di tempat-tempat paling hangat, saya telah maju tanpa mempedulikan peluru dan perangkap, tapi kok tidak mati-mati, malahan waktu saya pulang diberi tanda-tanda jasa. Dokter tidak usah menolong saya, mengapa dokter mau menolong saya, percuma….”. ia menelan obat tidur satu botol sesudah melihat bekas tunangannya digoncengkan orang lain.

Dapatkah perbuatan-perbuatannya di medan pertempuran itu dianggap sebagai percobaan bunuh diri?

Sumber : W.F. MARAMIS. 2005. Surabaya: Airlangga University Press.

by : susan

kasus kekerasan

Klien, ibu E, 42 tahun masuk RSJ dengan alasan mengamuk, membanting barang-barang, gelisah tidak bisa tidur, berendam di kamar mandi berjam-jam (4 jam). Sudah 3 kali dirawat dengan alasan yang sama yaitu amuk.
Penyebab klien amuk biasanya karena di tegur atas kesalahannya (data dari klien dan keluarganya). Klien mengatakan mudah kesal dan jengkel, membanting-banting barang, merasa semua barang tersebut tidak ada harganya. Klien kelihatan sangat bersemangat, wajahnya tegang, muka merah ketika menceritakan masalahnya, terlebih-lebih saat menceritakan suaminya yang sangat kejam dan sering memukulinya. Sewaktu klien hamil 6 bulan, suaminya menginjak-injak perutnya, suaminya menyuruh klien untuk menggugurkan kandungannya sehingga klien ngamuk dan membanting piring. Sejak itu, suaminya pergi meninggalkan klien dan tidak balik sampai sekarang. Kakak dan adiknya adalah dokter dan sarjana hukum. Klien merasa minder, bila berada dalam lingkungan keluarga.
Menurut keluarganya (ibu dan adiknya) klien mudah marah, cepat tersinggung dan selalu merusak lingkungan (membanting barang) sejak gagal dalam pendidikan dan perkawinannya. Klien juga biasanya hanya berendam dalam kamar mandiberjam-jam saat marah. Bila sedang marah, ayah klien tambah memarahinya sehingga klien menjadi amuk. Klien tidak mau mandi bila tidak disuruh. Klien tampak kotor, rambut kotor, kusut (seperti tidak pernah disisir), gigi kotor dan kuning, kuku panjang dan hitam/kotor, kulit banyak daki dan kering. Klien mengatakan malas mandi dan mandi kalau perlu saja. Sehabis mandi masih tampak kotor.

Diagnosa keperawatan
Melakukan kekerasan berhubungan dengan koping defensive.
Intervensi
Bina hubungan saling percaya
- Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal, ucapkan salam, perkenalkan diri, jelaskan tujuan pertemuan, terima klien apa adanya, ciptkan suasana tenang dan santai, hargai privasi klien, pertahankan kontak mata dan posisi terbuka.
- Pertahankan sikap perawat secara konsisten, menepati janji, hindari komunikasi yang bersifat rahasia dihadapan klien.
Tujuan :
• Umum : klien tidak melakukan kekerasan
• Khusus : klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.

kasus bunuh diri

Seorang klien Tn.Budi 22 tahun datang ke emergensi RS Jiwa cahaya Qolbu. Hasil pengkajian perawat menunjukan T=90/60, N=110x/m, S=36, R=40x/m, sesak dan nyeri dada, tampak perdarahan dari pergelangan tangan, menurut istrinya ia berupaya memotong urat nadinya dengan silet. Tiga bulan sebelumnya klien didiagnosa dengan Carcinoma Pulmo Sinistra. Klien pernah memaksa dokter untuk mengakhiri hidupnya dengan cara menyuntikkan zat mematikan ke dalam tubuhnya. Beberapa hari sebelumnya klien terlihat murung, sedih dan tidak mau bicara. Pagi-pagi ia masuk kamar mandi dengan membawa silet. Kepada istrinya ia mengatakan tetap ingin hidup tetapi di lain waktu ia mengatakan lebih baik mati karena sudah tidak tahan merasakan sakit di dadanya. Saat dinas siang, Ners Ayisiyah mencoba merawat klien dengan intervensi khusus klien percobaan bunuh diri.

Pengkajian
Lingkungan dan upaya bunuh diri : ia berupaya memotong urat nadinya dengan silet.
Gejala : klien terlihat murung, sedih dan tidak mau bicara
Riwayat psikososial : Tiga bulan sebelumnya klien didiagnosa dengan carcinoma pulmo sinistra.
Faktor kepribadian : Kepada istrinya ia mengatakan tetap ingin hidup tetapi di lain waktu ia mengatakan lebih baik mati karena sudah tidak tahan merasakan sakit di dadanya.

Diagnosa
Resiko tinggi perilaku kekerasan pada diri sendiri berhubungan dengan takut terhadap penolakan, alam perasaan yang tertekan, dan reaksi marah

Intervensi
Listening ; perawat mendengarkan keluhan klien dan memberikan dukungan agar dia tabah dan tetap berpandangan bahwa hidup ini bermanfaat
Pahami persoalan dari kacamata kliean ; perawat berupaya agar tidak bersikap memvonis, memojokkan, apalagi menghakimi klien yang punya niat bunuh diri
Express feeling ; perlunya sharing atau curhat. Selain itu, perlu lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa

Definisi krisis dan intervensi

Pengertian

Krisis adalah gangguan internal yang diakibatkan oleh peristiwa yang menegangkan atau mengancam yang dirasakan pada individu. Mekanisme koping yang biasa digunakan individu sudah tidak efektif lagi untuk mengatasi ancaman dan individu tersebut mengalami suatu keadaan tidak seimbang disertai peningkatan ansietas. Ancaman atau peristiwa pemicu, biasanya dapat diidentifikasikan. Krisis mempunyai keterbatasan waktu dan konflik berat yang ditunjukan dapat merupakan periode peningkatan ansietas. Krisis mempunyai keterbatasan waktu dan konflik berat yang ditunjukan dapat merupakan periode peninhkatan kerentanan yang dapat menstimulasi pertumbuhan personal.

Jenis krisis

a. Krisis perkembangan terjadi sebagai respon terhadap transisi dari satu tahap maturasi ke tahap lain dalam siklus kehidupan (mis., beranjak dari remaja ke dewasa).

b. Krisis situasional terjadi sebagai respon terhadap kejadian yang tiba-tiba dan tidak terduga dalam kehidupan seseorang. Kejadian tersebut biasanya berkaitan dengan pengalaman kehilangan (mis.,kematian orang yang dicintai).

c. Krisis adventisius terjadi sebagai respon terhadap trauma berat atau bencana alam. Krisis ini dapat mempengaruhi individu, masyarakat dan bahkan negara.

Penatalaksanaan Krisis : Intervensi krisis

A. Bantuan

1. Bantuan untuk individu yang mengalami krisis meliputi konseling melalui telepon, hotlines dan konseling krisis singkat (1 sampai 6 sesi).

2. Bantuan untuk kelompok atau komunitas yang mengalami krisis.

a. Tim bantuan krisis. Tim interdisipliner ini memberikan layanan bagi kelompok atau komunitas yang mengalami kejadian krisis tertentu.

b. Tim bantuan bencana. Tim ini memiliki rencana yang terorganisir untuk membantu segmen-segmen besar populasi yang terkena bencana alam.

c. Konseling stres akibat krisis. Bantuan ini ditujukan untuk kelompok profesional,seperti petugas rumah sakit, polisi, dan pemadam kebakaran, yang terlibat dalam situasi krisis.

B. Peran perawat. Perawat memberikan layanan langsung pada orang-orang yang mengalami krisis dan bertindak sebagai anggota tim intervensi krisis (ANA, 1994).

1. Perawat di lingkungan rumah sakit akut dan kronik membantu individu dan keluarga berespon terhadap krisis penyakit yang serius, hospitalisasi dan kematian.

2. Perawat di lingkungan masyarakat (mis., kantor, klinik rumah, sekolah) memberikan bantuan pada individu dan keluarga yang mengalami krisis situasional dan perkembangan.

3. Perawat yang bekerja dengan sekelompok klien tertentu harus mengantisipasi situasi di mana krisis dapat terjadi.

a. Keperawatan ibu dan anak. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti kelahiran bayi prematur atau lahir mati, keguguran dan lahir abnormal.

b. Keperawatan pediatrik. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti awitan penyakit serius, penyakit kronis atau melemahkan, cedera traumatuk atau anak menjelang ajal.

c. Keperawatan medikal bedah. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti diagnosa penyakit serius, penyakit yang melemahkan, hospitalisasi karena penyakit akut atau kronis, kehilangan bagian atau fungsi tubuh, kematian atau menjelang ajal.

d. Keperawatan gerontologik. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti kehilangan kumulatif, penyakit yang melemahkan, ketergantungan, dan penempatan di rumah perawatan.

e. Keperawatan darurat. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti trauma fisik, penyakit akut, krisis perkosaan, dan kematian.

f. Perawatan psikiatri. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti hospitalisasi akibat penyekit jiwa, stresor kehidupan karena sakit jiwa yang serius, dan bunuh diri.

4. Perawat bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lain untuk membantu individu mengatasi situasi krisis.

C. Prinsip intervensi krisis

1. Tujuan intervensi krisis adalah mengembalikan individu ke tingkat fungsi sebelum krisis.

2. Penekanan intervensi ini adalah memperkuat dan mendukung aspek-aspek kesehatan dari fungsi individu.

3. Dalam intervensi krisis pendekatan pemecahan masalah digunakan secara sistematik (seperti proses keperawatan) yang meliputi :

a. Mengkaji persepsi individu terhadap masalah, serta mengkaji kelebihan dan kekurangan sistem pendukung individu dan keluarga.

b. Merencanakan hasil yang spesifik atau tujuan yang didasarkan pada prioritas.

c. Memberikan penanganan langsung. (mis., menyediakan rumah singgah bila klien diusir dari rumah, merujuk klien ke “rumah perlindungan” bila terjadi penganiayaan oleh suami atau istri).

d. Mengevaluasi hasil dari intervensi.

4. Hierarki Maslow. Kerangka kerja Hierarki Maslow tentang kebutuhan dapat membantu menemukan prioritas intervensi.

a. Sumber daya fisik diperlukan untuk bertahan hidup (mis., makanan, rumah singgah, keselamatan).

b. Sumber daya sosial diperlukan untuk mendapatkan kembali rasa memiliki (mis., dukungan keluarga, jaringan kerja sosial, dukungan komunitas).

c. Sumber daya psikologis diperlukan untuk mendapatkan kembali harga diri (mis., penguatan yang positif, pencapaian tujuan)

5. Petugas intervensi krisis. Peran petugas intervensi krisis mencakup berbagai fungsi berikut ini.

a. Membentuk hubungan dan mengkomunikasikan harapan serta optimisme.

b. Melaksanakan peran yang aktif dan mengarahkan, bila perlu.

c. Memberikan anjuran dan alternatif (mis., membuat rujukan kelembaga yang tepat)

d. Membantu klien memilih alternatif.

e. Bekerja sama dengan profesional lain untuk mendapatkan layanan dan sumber daya yang diperlukan klien.

Sumber :

Isaacs, Ann. 2004.Keperawatan kesehatan jiwa dan psikiatrik. Jakarta. EGC,

Senin, 26 Mei 2008

KEKERASAN TERHADAP ANAK

Menurut The minimum Age Covention nomor 138 (1973) dalam huraerah (2006), pengertian tentang anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun kebawah. Sebaliknya, dalam Convention on the Rights of the child (1989) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres nomor 39 tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Telah teruang hak-hak anak baik ditetapkan oleh PBB tanggal 20 November 1959 dengan 10 prinsip deklarasi hak-hak anak, serta dalam pasal2 UU nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, namun tetap saja kelalaian pada anak sering terjadi.

Setiap anak, sebagaimana halnya manusia lainnya, memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang menuntut untuk dipenuhi sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar. Menurut Katz dikutip dalam huraerah (2006) kebutuhan dasar yang sangat penting bagi anak adalah adanya hubungan orangtua dan anak yang sehat di mana kebutuhan anak, seperti : perhatian dan kasih saying yang kontinu, perlindungan, dorongan, dan pemeliharaan harus dipenuhi oleh orang tua. Sedangkan brown dan Swanson dalam Huraerah (2006) mengatakan bahwa kebutuhan umum anak adalah perlindungan, kasih saying, pendekatan/ perhatian dan kesempatan untuk terlibat dalam pengalaman positif yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan kehidupan mental yang sehat.

Kegagalan dalam proses pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut akan berdampak besar pada anak baik terhadap fisk, perkembangan intelektual, mental dan social anak. Anak bukan saja akan mengalami kerentanan fisik akibat gizi, dan kualitas kesehatan yang buruk, melainkan pula mengalami hambatan mental, lemah daya-nalar, bahkan perilaku-perilaku mladaptif, sepeti autism,’naka’, sukar diatur, yang kelak mendorong mereka menjadi manusia ‘tidak normal’ dan pelaku criminal (Suharto, 1997 dalam huraerah, 2006)

Pertumbuhan dan kesejahteraan fisik, intelektual, emosional dan social anak yang akan mengalami hambatan jika anak mengalami : kekurangan gizi dan tanpa perumahan yang layak; Tanpa bimbingan dan asuhan; Sakit dan tanpa perawatan medis yang tepat; Diperlakukan salah dan dieksploitasi secara seksual; Tidak memperoleh pengalaman normal yang menumbuhkan perasaan dicintai, diinginkan, aman, dan bermartabat; Terganggau secara emosional karena pertengkaran keluarga yang terus menerus, perceraian dan mempunyai orang tua yang menderita gangguan/sakit jiwa; Dieksploitasi, bekerja berlebihan oleh kondisi yang tidak sehat dan demoralisasi (Soetarso, 2003 dalam huraerah, 2006)


Daftar pustaka:

Huraerah, Abu. 2006. Kekerasan terhadap Anak. Bandung. Penerbit Nuansa.

Minggu, 25 Mei 2008

SUICIDE TREND

SuIcIDe TrEnD





nE2n9 boo_hAy : “gue pernah baca neh dari internet katanya Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 bahwa 185 dari 1000 anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa dengan angka bunuh diri 1,6 sampai dengan 1,8 per 100.000 penduduk (Panggabean, 2003). Sedangkan penelitian yang dilakukan Westa (1996) bahwa percobaan bunuh diri di Unit Gawat Darurat RS Sanglah Bali pada individu gangguan jiwa terbanyak adalah dewasa muda, wanita dan alat yang digunakan untuk usaha bunuh diri adalah zat pembasmi serangga.” (http://members.tripod.com/~cyberpsy/P13.htm).


nE2nG P’A : “mmm..,,dari ne2ng baca yahhh..Menurut Adam.K mereka yang mempunyai resikotinggi untuk terjadinya bunuh diri adalah pria, usia diatas 45 tahun, tidak bekerja, bercerai atau ditinggal mati pasangan hidupnya, mempunyai nwayat keluarga yang bermasalah, mempunyai penyakit fisik kronis, mempunyai gangguan kesehatn jiwa, tidak mempunyai hubungan keluarga yang baik, miskin dalam hubungan sosial atau cenderung mengisolasi diri.”(http://ad.detik.com/link/peristiwa/prs-zyrex012008.ad)



Aku adalah bagian dari mereka yang sering tertancap sesuatu digigiku, pisau maksudnya….


eNcEp : “iTu kEnapa cEhh..??”
nE2n9 gAteL >>”itu tuh perilaku kekerasan dan menyerang. Pada keadaan seperti ini yang paling utama kita harus bisa menentukan apakah karena gangguan fisik ataukah karena masalah mental. Untuk masalah mentalnya bisa disebabkan oleh:
- Gangguan proses pikir misal Skizofrenia
- Gangguan Manik/Episode Manik
- Depresi Agitatif/Episode Depresi
- Gangguan Cemas
- Reaksi Ekstra Piramidal
encEp : gimana cehh qt tau klo itu kekerasan..??
Ne2n9 gIrAng : masa gitu doang ‘ncep kasep ga tau.?Untuk menduga kemungkinan terjadinya perilaku kekerasan pada seorang pasien tidak mudah. Namun ada beberapa hal yang bisa menjadi petunjuk untuk diperhatikan, misalnya:
# Adanya ide-ide kekerasan disertai rencana dan sarana yang tersedia
# Adanya riwayat kekerasan sebelumnya
# Adanya riwayat gangguan impuls termasuk penjudi, pemabuk, penyalahgunaan zat psikoaktif,percobaan bunuh diri ataupun melukai diri sendiri, Psikosis.
# Adanya masalah dalam kehidupan pribadi yang nyata.
nE2ng gOnjrEng : “ gw pErnah denger katanya ada tradisi psikologi ilmiah tentang kekerasan, maksud’ya apa she boo..???
nE2n9 grAndOng : “Dalam tradisi psikologi ilmiah, setiap perilaku dipahami sebagai buah interaksi dua faktor: individu dan situasi. Ketika mendapati seseorang memukul, psikologi akan bertanya dua kali. Pertama, karakter apa yang dimiliki si pemukul. Kedua, sedang berada dalam situasi apakah ia ketika memukul. Namun, menurut teori bias atribusi fundamental (Ross 1977), analisis awam terhadap sebuah perilaku akan cenderung bias pada faktor individual, serta mengecilkan atau bahkan mengabaikan faktor situasi. Dengan kata lain, ada tendensi untuk menjelaskan pemukulan dengan menyalahkan karakter si pemukul, tanpa lebih lanjut mencermati situasi dan konteks di mana pemukulan terjadi.

SEKELUARGA GANTUNG DIRI ?


Motif peristiwa sekeluarga bunuh diri Ada yang menduga karena persoalan ekonomi. Diagnosa dokter, mengarah pada penyakit psikosa.
Menurut informasi, peristiwa memilukan ini berlangsung sekitar pukul 15.30 WIB. Saat itu Suwoto, Suwarti dan Qomsiatun ditemukan tergantung menggunakan tampar plastik yang diikatkan pada kayu blandar kandang ayam di belakang rumah mereka.
Dari hasil olah TKP polisi, diperkirakan yang pertama kali bunuh diri adalah Suwarti dengan dibantu suaminya. Setelah tubuh Suwarti menggantung, giliran Suwoto menyusul istrinya. Menurut pengakuan Qomsiatun, sebelum aksi nekat itu dilakukan, bapaknya sudah mempersiapkan tiga gulung tali gantungan sesuai jumlah anggota keluarga, di dekat kandang ayam. Untuk mempermudah pelaksanaannya, Suwoto menggunakan sebuah kursi kayu sebagai pijakan.
Sukarno yang adik kandung Suwoto ini, mengatakan bahwa dalam sebulan terakhir keluarga Suwoto sering mengeluh karena merasa dikejar-kejar bayangan orang yang membawa pedang dan ingin membunuh Suwoto dan istrinya.
Bayangan itu tidak hanya terlihat di rumah, namun juga di kebun. Akhirnya beberapa tetangga menyarankan agar Suwoto dan Suwarti melaporkan kejadian itu ke polisi. Namun saran itu diabaikan.
Ternyata kejadian yang dialami Suwoto dan Suwarti itu tidak dirasakan oleh anaknya, Qomsiatun. Hal ini pernah diungkapkan Qomsiatun kepada para tetangganya. Oleh karena itu, para tetangga yang menganggap sikap Suwoto dan Suwarti aneh, mengusahakan berbagai penyembuhan meski tidak membuahkan hasil.
selain kasus diatas ada pula contoh kasus lain seperti :
- Modus pembunuhan empat orang anak oleh ibu kandungnya di Kota Malang, Jawa Timur, merupakan manifestasi sakitnya jiwa bangsa ini. Akar penyebab bunuh diri keluarga tidak semata-mata karena impitan ekonomi, namun sudah menyangkut betapa rapuh kesehatan jiwa keluarga di negeri ini.Bunuh diri keluarga yang merenggut nyawa anak-anak yang tidak berdosa berpangkal dari persoalan orangtuanya.
Pada saat ini kondisi orangtua yang mengidap sakit jiwa atau mengalami gangguan kejiwaan namun tidak dipahami lingkungannya dan tidak pula mendapatkan penanganan medis, jumlahnya tidak sedikit. Sehingga merupakan efek bola salju sosial yang terus menggelinding dan menimbulkan penderitaan anak-anak yang amat dalam.
Kasus pembunuhan terhadap tiga anak di Kota Bandung oleh ibu kandungnya beberapa waktu lalu dan kasus di Malang tersebut, semakin menyadarkan kita untuk segera mencari bentuk perlindungan anak yang benar-benar efektif. Duka nestapa anak tidak hanya dialami mereka yang berkeliaran di jalanan, ternyata juga dialami mereka yang bernaung di rumah sendiri dengan orangtua berpendidikan cukup.
Betapa sarat penderitaan anak-anak yang orangtuanya menderita sakit jiwa.
Sementara, pranata sosial dan lembaga yang ada belum mampu mengentaskan derita anak tersebut karena berbagai faktor.
Risiko anak yang tinggal satu atap dengan orangtua yang menderita sakit jiwa begitu tinggi dan sangat membahayakan kehidupannya. Mulai dari pertumbuhan jiwa dan raga yang abnormal, hingga harus meregang maut dibunuh orangtuanya.
Menderita Psikosa
Ada beberapa penyebab penyakit jiwa psikosa ini, antara lain terlalu banyak masalah atau karena faktor keturunan.
Penyakit ini bisa menular pada orang lain yang intens berinteraksi dengan penderita.
Dr G Pandu Setiawan SpKJ, mantan Direktur RSJ Rejimanwedyodiningrat, Kecamatan Lawang-Malang, mengungkapkan bahwa pada intinya psikosa merupakan gangguan kejiwaan yang terkait dengan berkurangnya kemampuan penderita dalam menilai realitas.
Akibatnya pasien kerap mengalami halusinasi-halusinasi tertentu yang tidak dirasakan orang secara normal
faktor pencetus yang paling sering muncul adalah adanya masalah berat yang dialami penderita. Masalah berat itu tidak bisa diatasi dan mengendap dalam waktu lama. Sedangkan faktor keturunan kemungkinannya hanya enam persen.

APA ITU BUNUH DIRI ?

Apa itu Bunuh diri?
upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan, atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, lika atau menyakiti diri sendiri (Iyus Yosep, 2007).

Trend Bunuh Diri pada Anak dan Remaja di Indonesia
Menurut Prayitno, pendataan mengenai kasus bunuh diri di Indonesia masih jelek. Dari data yang diambil di kamar mayat RSCM, misalnya, terdapat 1.119 kasus bunuh diri dari tahun 2004-2005. dari jumlah tersebut, 41% bunuh diri dengan cara gantung diri dan 23% menggunakan racun serangga, sisanya lagi karena overdosis.
Menurut Nadsiyah (http://www.indomedia.com/bpost/032005/12 Sabtu, 12 Maret 2005 01:08) dalam tiga bulan terakhir, Desember 2004 sampai akhir Februari 2005, tercatat 12 kasus bunuh diri, tiga diantaranya berhasil diselamatkan. Terakhir gadis ABG usia 19 tahun mencoba mengakhiri hidup dengan menyilet pergelangan tangan, namun diketahui keluarga dan ia masih tertolong.
Yang menarik, pelaku meliputi segenap golongan usia, antara 14 sampai 15 tahun. Latar belakang beragam, mulai soal asmara, pekerjaan, cekcok rumah tangga, ekonomi, hingga perasaan malu lantaran terlilit utang.

Faktor yang Berkontribusi pada Anak dan remaja
Menurut ahli psikiatri Kaplan Sadock (1997), “seorang anak yang berupaya bunuh diri sangat rentan terhadap pengaruh stressor sosial, seprti percekcokan keluarga yang kronis, penyiksaan, kehilangan sesuatu yang dicintai, kegagalan akademik, dan lingkungan yang buruk. Menurut hasil riset, ciri universal penyebab anak dan remaja bunuh diri adalah ketidakmampuan mereka memecahkan masalah dalam menghadapi percekcokan keluarga, penolakan, dan kegagalan.”

Jenis Bunuh Diri?
Ada 3 jenis bunuh diri yang bias diidentifikasi, yakni bunuh diri anomik, altruistik, dan egoistik. Jenis anomik adalah bunuh diri yang diakibatkan faktor stres dan juga akibat tekanan ekonomi.
Bunuh diri altruistik berkaitan dengan kehormatan seseorang “Harakiri” yang sudah membudaya di Jepang merupakan bunuh diri altruistik. Bunuh diri tipe egoistik biasanya diakibatkan faktor dalam diri seseorang. Seperti putus cinta atau putus harapan kerap membuat seseorang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

BUNUH DIRI PADA REMAJA

Bunuh Diri Pada Remaja

Kasus bunuh diri pada anak dan remaja semakin banyak terjadi dibandingkan sebelumnya. Dari hasil statistic di AMERIKA diperoleh data bahwa pada anak-anak di bawah umur 15 tahun sekitar 1-2 dari 100.000 anak memiliki keinginan bunuh diri, sedangkan pada umur 15-19 tahun, sekitar 11 dari 100.000 remaja yang ingin melakukan bunuh diri.Bunuh diri memiliki urutAN keempat pada anak-anak berumur 10-14 tahun dan urutan ketiga penyebab kematian pada remaja berumur 15-19 tahun. Percobaan bunuh diri yang tidak sampai menyebabkan kematian sangat sering terjadi. Setiap tahunnya 2-6% anak-anak yang mencoba bunuh diri tersebut langsung mati pada usaha bunuh diri yang utama. Dapat disimpulkan bahwa dari setiap 300 kasus percobaan bunuh diri, ada satu kasus yang membawa kematian.DefinisiPercobaan bunuh diri atau bunuh diri istilah yang digunakan ketika anak atau orang dewasa bermaksud sebagian atau seluruhnya/membuat dirinya mati dengan perbuatan sendiri.
a. Faktor biologis
Faktor-faktor biologis yang memiliki peranan yang bermakna dalam perkembangan masalah-masalah kesakitan termasuk penyalahgunaan zat. Riwayat bunuh diri, adiksi dan gangguan mental seperti depresi dalam keluarga, meningkatkan resiko kejadian bunuh diri.
b. gangguan mental pada anak
Anak yang terdiagnosis dengan gangguan mental seperti ADHD, depresi, kesulitan tidur atau gangguan bipolar, lebih beresiko melakukan bunuh diri dibandingkan populasi umum. Perasaan terisolasi atau tanpa penghargaan akan masa depan dapat membawa seseorang pada ide bunuh diri.
c. Penyalahgunaan zatPenyalahgunaan obat-obatan dan alcohol pada remaja memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap kejadian bunuh diri karena pengaruhnya terhadap pola pikir yang diakibatkan oleh zat-zat tersebut. Jelasnya, banyak orang muda dengan konflik emosi mulai menggunakan obat-obatand. Kaum minoritasKaum minoritas termasuk gay, lesbian dan remaja biseksual memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya bunuh diri yaitu sekitar 300% lebih tinggi dari angka-angka nasional. Anak-anak sering mengalami stigma social dan prasangka dalam kehidupan kesehariannya dan kadang terlalu sering menjadi sasaran para penguasa yang tidak berbelas kasihan yang menyebabkan penderitaan secara emosional.
e. Masalah keluarga
Anak-anak dan remaja yang lari dari rumahnya juga berisiko terhadap kasus bunuh diri dan maslah serius lainnya dalam fisik dan mental. Keputusan untuk lari dari rumah secara umum dipacu oleh konflik keluarga dan pemberontakan. Seorang pemuda dapat menrasa sangat disalah-mengerti atau tidak dihargai lalu mulai membayangkan bahwa segala sesuatu akan lebih baik bila mereka keluar dari rumah. Beberapa anak memilih kabur dari rumah karena ingin berpetualang dan mengalmi kesendirian.f. Masalah social Masalah social dapat mendorong anak-anak pada ide bunuh diri, anak-anak yang mengalami kekerasan, kecanduan, kemiskinan, dan penyalahgunaan secara seksual, fisik dan emosinal memiliki resiko yang lebih besar untuk terjadinya bunuh diri pada anak dan remaja.g. Masalah sekolahBanyak ahli sepakat bahwa alasan lain penyebab meningkatnya insiden bunuh diri adalah tekanan pelajaran. Anak-anak berada di bawah tekanan orang tua, teman-teman dan tekanan dari dirinya sendiri untuk melakukan yang terbaik. Tantangan-tantangan akademis dan kegiatan ekstrakulikuler dapat menyebabkan stress yang sangat besar. Tekanan untuk mendapat tujuan yang tidak realistic dapat mendorong kaum muda untuk mempertimbnagkan melakukan bunuh diri. Anak-anak da remaja sebaiknya didorong untuk berjuan bagi tujuan yang realistic.h. Masalah cintaSebagai pelampiasan dari kehidupan keluarganya yang buruk, banyak remaja memilih untuk menjalin hubungan dengan lawan jenisnya. Bunuh diri serinmh terjadi saat orang tua menentang kejadian anaknya untuk menikah.Factor pendorongBila anak-anak merasa tertekan kemungkinan mereka mencoba bunuh diri akan meningkat sampai 7 kali yaitu sekitar 22% dari anak yang mengalami depresi. Anak-anak dan remaja yang mencoba bunuh diri mempunyai kemungkinan 8 kali lebih besar untuk menglami gangguan mood, 3 kali lebih mungkin untuk mengalami gangguan cemas, serta lebih mungkin terlibat dalam penyalahgunaan obat.Adanya riwayat yang melakukan bunuh diri dan ketersediaan senjata api juga meningkatkan resiko bunuh diri. Penyebab utama (hampir 90%) dari anak-anak den remaja yang mencoba untuk bunuh diri adalah adanya gangguan kejiwaan yaitu lebih dari 75% mempunyai riwayat gangguan jiwa.Terdapatnya factor-faktor resiko di atas memerlukan suatu penanganan yang serius, sebab bila anak-anak terus berfikir tentang kematian dan bahwa mati adalah jalan yang terbaik, mereka kemungkinan besar akan mencoba untuk bunuh diri.


edit by :olan dan putri