Selasa, 27 Mei 2008

definisi dan kasus suicide

Masalah bunuh diri bukanlah masalah yang baru. Bangsa Indonesia telah mengenalnya sejak jaman dahulu.

1.Definisi
Dalam perpustakaan terdapat banyak definisi bunuh diri atau suicide (percobaan bunuh diri, latin: “tentamen suicide”, inggris : “suicide attempt”). Ada yang menganggap (percobaan) bunuh diri ialah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan dirinya sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh sesweorang yang tahu akan akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat.

Sukar sekali memenuhi syarat-syarat definisi ini dari kasus di atas, manakah yang cocok dengan definisi sebagai berikut: (percobaan) bunuh diri ialah segala perbuatan seseorang yang dapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat.

2.Psikodinamika
Mengapa seseorang ingin mati? Mengapa sampai bunuh diri? Dalam kepustakaan psikiatri dinyatakan bahwa hamper pada semua orang sekali waktu dalam hidupnjya timbul pikiran untuk lebih baik mati saja. Hal ini mirip dengan apa yang dinyatakan juga dalam bidang delinkwensi, yaitu pengakuan Emerson yang sudah lama, bahwa tidak pernah ada kejahatan atau perbuatan buruk yang pada sekali waktu tidak menggoda dia. Motivasi dalam hal ini sangat kompleks. Apakqah buah pikiran itu akan menjadi perbuatan atau tidak, tergantung pada keadaan lingkungan social dan fisik, serta juga pad keadaan jiwa maupun badan orang itu.

Dewasa ini kalangan psikiatri memandang bunuh diri sebagai perilaku yang bertujuan mengatasi masalah hidup, suatu perilaku yang “unik manusiawi” dan cultural, yang sesungguhnya bukan berarti pemusnahan diri, melainkan penyelesaian masalah frustasi, penghindaran diri dari segala situasi yang tidak menyenangkan, pernyataan amarah atau kegelisahan, untuk memperoleh keadaan tidur yang damai dan tenteram.

Banyak sekali factor determinan dan variable telah diselidiki, antara lain: jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan dan kedudukan social, usia, psikopatologi, bangsa dan suku, kebudayaan, agama, musim, cuaca, malahan jam dan hari, juga tempat dan cara, terlalu banyak untuk membicarakan semua.


Ada macam-macam pembagian bunuh diri dan percobaan bunuh diri. Pembagian Emile Durkheim masih dapat dipakai karena praktis, yaitu:
1.Bunuh diri egoistik
Individu itu tidak mampu berintegrasi dengan masyarakat. Biasanya disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian.

2.Bunuh diri altruistik
Individu itu terikat pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena identifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa bahwa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.

3.Bunuh diri anomik
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dengan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuakn yang biasa.

Meininger melihat 3 komponen pada orang yang melakukan bunuh diri, yaitu: adanya keinginan untuk membunuh atau menyerang, untuk dibunuh, dan untuk mati atau menguhukum diri sendiri.


Scheidman dan Farberow membagi orang yang melakukan bunuh diri menjadi 4 golongan, yaitu:

1.Mereka yang percaya bahwa bunuh dir4i itu benar, sebab mereka memandang bunuh diri sebagai peralihan menuju ke kehidupan yang lebih baik atau mempunyai arti untuk menyelamatkan nama baiknya (misalnya: hara-kiri).

2.Mereka yang sudah tua, hal ini ditemukan pada oang yang kehilangan anak, atau cacat jasmaninya, yang menganggap bunuh diri sebagai suatu jalan keluar dari keadaan yang tidak menguntungkan bagi mereka.

3.Mereka yang psikotik, dan bunuh diri disini merupakan jawaban terhadap halusinasi atau wahamnya.

4.Mereka yang bunuh diri sebagai balas dendam, yang percaya bahwa karena dengan bunuh diri orang lain akan berduka-cita dan mereka sendiri akan dapat menyaksikan kesusahan orang lain itu.


Menurut Schncidman dan Farberow (para pendiri ”suicide Prevention Center” di Los Angelos) istilah bunuh diri (suicide) dapoat mengandung arti:

1. Ancaman bunuh diri (”Threatened Suicide”)
2. Percobaan bunuh diri (“Attempted Suicide”)
3. Bunuh diri yang telah dilakukan (“Comitted Suicide”)
4. Depresi dengan niat hendak bunuh diri
5. Melukai diri sendiri (“Selft destruction”)


Secara sederhana Triman Prasadio melihat suicide sebagai salah satu cara dari empat cara orang meninggal dunia, yaitu:
1. mati wajar (“nature death”, termasuk karena sakit atau tua).
2. mati kecelakaan
3. mati benuh-diri (suicide).
4. Mati terbunuh


Terdapat hubungan yang erat antara suicide dan depresi. Orang denga depresi mencoba melakukan bunuh diri untuk menghilankan depresinya. Sebaliknya perconaan bunuh diri dapat menyebabkan depresi untuk waktu yang lama. Sering terdapat preokupasi bunuh diri sebagai usaha untuk melawan depresi. Banyak orang yang melakukan bunuh diri tidak memperlihatkan gejala-gejala klinik mengenai depresi. Banyak juga penderita dengan depresi tidak melakukan bunuh diri.


Kasus 1: pada suatu pagi seorang gadis ditemukan sudah meninggal di kamar tidurnya. Di mejanya ada sebuah surat yang ditujukan kepada ibunya : “kalau ibu membaca surat ini maka aku sudah tidak ada lagi. Penderitaanku sudah terlalu berat……”.

Kasus 2 : tiba-tiba suatu rumah menjadi ramai. Ibu rumah tangganya itu sedang berteriak-teriak. “lebih baik mati, lebih baik mati”. Berlari ke sana ke mari, meloncat dari jendela tingkat dua. Pahanya parah. Ia dibawa ke rumah sakit. Waktu dibawa buat konsul ia masih kelihatan sangat taku. Katanya ada komplotan terhadapnya. “saya mau dihukum secara siksa, dokter, lalu saya lari, lebih baik mati lebih dahulu”.

Melakukan bunuh dirikah gadis dalam kasus 1 itu?
Suatu percobaan bunuh dirikah pada kasus kedua?

Kasus 3: pada suatu sore seorang anggota angkatan bersenjata terlentang diatas tempat tidurnya dan tidak dapat dibangunkan. Disampingnya terdapat botol obat tidur yang sudah kosong. Ia dibawa ke rumah sakit dan keesokan harinya baru ia sadar kembali. Waktu dibawa konsul ia masih sangat depresdif dan menceritakan riwayatnya: sebelum ia berangkat ke medan pertempuran, tunangannya memutuskan hubungan mereka. Dengan hati yang sangat sedih ia berangkat. “Dokter, hidup tiada artinya lagi bagi saya”, katanya. Depresi itu berlangsung terus selama ia berada di medan perang. “Saya ingin mati saja dokter, saya sudah berkelahi di tempat-tempat paling hangat, saya telah maju tanpa mempedulikan peluru dan perangkap, tapi kok tidak mati-mati, malahan waktu saya pulang diberi tanda-tanda jasa. Dokter tidak usah menolong saya, mengapa dokter mau menolong saya, percuma….”. ia menelan obat tidur satu botol sesudah melihat bekas tunangannya digoncengkan orang lain.

Dapatkah perbuatan-perbuatannya di medan pertempuran itu dianggap sebagai percobaan bunuh diri?

Sumber : W.F. MARAMIS. 2005. Surabaya: Airlangga University Press.

by : susan

0 komentar: