Minggu, 25 Mei 2008

SEKELUARGA GANTUNG DIRI ?


Motif peristiwa sekeluarga bunuh diri Ada yang menduga karena persoalan ekonomi. Diagnosa dokter, mengarah pada penyakit psikosa.
Menurut informasi, peristiwa memilukan ini berlangsung sekitar pukul 15.30 WIB. Saat itu Suwoto, Suwarti dan Qomsiatun ditemukan tergantung menggunakan tampar plastik yang diikatkan pada kayu blandar kandang ayam di belakang rumah mereka.
Dari hasil olah TKP polisi, diperkirakan yang pertama kali bunuh diri adalah Suwarti dengan dibantu suaminya. Setelah tubuh Suwarti menggantung, giliran Suwoto menyusul istrinya. Menurut pengakuan Qomsiatun, sebelum aksi nekat itu dilakukan, bapaknya sudah mempersiapkan tiga gulung tali gantungan sesuai jumlah anggota keluarga, di dekat kandang ayam. Untuk mempermudah pelaksanaannya, Suwoto menggunakan sebuah kursi kayu sebagai pijakan.
Sukarno yang adik kandung Suwoto ini, mengatakan bahwa dalam sebulan terakhir keluarga Suwoto sering mengeluh karena merasa dikejar-kejar bayangan orang yang membawa pedang dan ingin membunuh Suwoto dan istrinya.
Bayangan itu tidak hanya terlihat di rumah, namun juga di kebun. Akhirnya beberapa tetangga menyarankan agar Suwoto dan Suwarti melaporkan kejadian itu ke polisi. Namun saran itu diabaikan.
Ternyata kejadian yang dialami Suwoto dan Suwarti itu tidak dirasakan oleh anaknya, Qomsiatun. Hal ini pernah diungkapkan Qomsiatun kepada para tetangganya. Oleh karena itu, para tetangga yang menganggap sikap Suwoto dan Suwarti aneh, mengusahakan berbagai penyembuhan meski tidak membuahkan hasil.
selain kasus diatas ada pula contoh kasus lain seperti :
- Modus pembunuhan empat orang anak oleh ibu kandungnya di Kota Malang, Jawa Timur, merupakan manifestasi sakitnya jiwa bangsa ini. Akar penyebab bunuh diri keluarga tidak semata-mata karena impitan ekonomi, namun sudah menyangkut betapa rapuh kesehatan jiwa keluarga di negeri ini.Bunuh diri keluarga yang merenggut nyawa anak-anak yang tidak berdosa berpangkal dari persoalan orangtuanya.
Pada saat ini kondisi orangtua yang mengidap sakit jiwa atau mengalami gangguan kejiwaan namun tidak dipahami lingkungannya dan tidak pula mendapatkan penanganan medis, jumlahnya tidak sedikit. Sehingga merupakan efek bola salju sosial yang terus menggelinding dan menimbulkan penderitaan anak-anak yang amat dalam.
Kasus pembunuhan terhadap tiga anak di Kota Bandung oleh ibu kandungnya beberapa waktu lalu dan kasus di Malang tersebut, semakin menyadarkan kita untuk segera mencari bentuk perlindungan anak yang benar-benar efektif. Duka nestapa anak tidak hanya dialami mereka yang berkeliaran di jalanan, ternyata juga dialami mereka yang bernaung di rumah sendiri dengan orangtua berpendidikan cukup.
Betapa sarat penderitaan anak-anak yang orangtuanya menderita sakit jiwa.
Sementara, pranata sosial dan lembaga yang ada belum mampu mengentaskan derita anak tersebut karena berbagai faktor.
Risiko anak yang tinggal satu atap dengan orangtua yang menderita sakit jiwa begitu tinggi dan sangat membahayakan kehidupannya. Mulai dari pertumbuhan jiwa dan raga yang abnormal, hingga harus meregang maut dibunuh orangtuanya.
Menderita Psikosa
Ada beberapa penyebab penyakit jiwa psikosa ini, antara lain terlalu banyak masalah atau karena faktor keturunan.
Penyakit ini bisa menular pada orang lain yang intens berinteraksi dengan penderita.
Dr G Pandu Setiawan SpKJ, mantan Direktur RSJ Rejimanwedyodiningrat, Kecamatan Lawang-Malang, mengungkapkan bahwa pada intinya psikosa merupakan gangguan kejiwaan yang terkait dengan berkurangnya kemampuan penderita dalam menilai realitas.
Akibatnya pasien kerap mengalami halusinasi-halusinasi tertentu yang tidak dirasakan orang secara normal
faktor pencetus yang paling sering muncul adalah adanya masalah berat yang dialami penderita. Masalah berat itu tidak bisa diatasi dan mengendap dalam waktu lama. Sedangkan faktor keturunan kemungkinannya hanya enam persen.

0 komentar: